Aku membuka mata,
mengelap keringat di kening dan leherku. Malam ini terasa sangat panas dan aku
tak dapat memejamkan mataku secara sempurna. Aku selalu terganggu oleh
bayang-bayang yang tak jelas. Badanku terasa sangat pegal, rasanya seharian ini
aku banyak beraktivitas. Malamnya malah tidak bisa tidur seperti ini, rasanya
badanku mau copot satu-satu. Huft... aku menghela nafas. Membenarkan selimut
dan mulai terpejam.
***
Tiba-tiba jam wekerku
sudah berbunyi. Sial.. runtukku dalam hati. Aku belum dapat tidur sama sekali.
Saat aku melihat jadwal pelajaran hari ini.
“Huh... sial. Hari ini
ketat semua. Gak bakal bisa tidur aku”, keluhku sambil memasukan buku-buku
pelajaran ke dalam tasku lalu bergegas mandi.
***
Sesampainya di sekolah.
Aku bertemu dia, sosok hitam manis tinggi yang semalaman membayangiku sampai
aku tak bisa memejamkan mataku sampai pagi menjelang.
“Pagi..”, ucapnya sambil
tersenyum
“Pagi juga”, aku
tercengang. Kenapa suaraku jadi serak. Apa ini juga efek semalaam selain
badanku yang bertambah pegal dan raut muka lesuku.
“Kamu sakit ya? kok
suaramu mau hilang?”, tanyanya mendekat
Huft.. aku benci dia
mendekat. Saat ini aku tidak mau bertatap mata dengannya. Aku memalingkan wajah
lalu berjalan pergi meninggalkannya yang sudah hampir sampai di dekatku.
“Mau kemana? Kok malah
pergi”, ucapnya
Aku berhenti sejenak.
Lalu membalik badan
“Aku ada pr yang belum
aku kerjain. Maaf ya”, sedikit berbohong sih.
Aku langsung pergi
sebelum dia tahu kalau aku berbohong. Huh... dia memang selalu tahu kalo aku
berbohong.
***
Saat istirahat aku
mencoba memejamkan mata di bangkuku dengan posisi menelungkupkan wajahku ke
dalam lipatan tanganku. Dan saat itu aku mendengar langkah mendekat tapi aku
enggan untuk melihatnya. Mungkin teman sekelasku.
“Aku tahu kamu kenapa”,
ucap orang itu
Deg... jantungku serasa
berhenti. Kenepa bisa dia yang kesini. Aku tetap di posisiku.
“Jangan terlalu mengkhawatirkan
aku.. aku baik-baik aja kok. meski kita harus kayak gini”, sambungnya. Dan
sekarang aku merasakan dia sudah duduk di sampingku
Aku cuek pura-pura tidak
mendengar walaupun perkataannya tadi hampir membuat aku menangis yang
sebenarnya sudah sedari tadi aku tahan.
Tanpa aku bisa cegah,
dia tiba-tiba menarik badanku untuk bangun dan langsung dia benamkan di
dadanya. Dia memelukku...
Aku menangis di
pelukannya, air mataku tak dapat di bendung lagi. Dalam hati aku berkata. Ya
Allah, haruskah semua ini terjadi, aku tak dapat hidup tanpanya.
Saat tahu aku bertambah
menangis dia semakin mengeratkan pelukannya.
“Aku yakin suatu saat
kita pasti bisa bersama lagi. Untuk masa depan yang kita berdua harapkan”,
bisiknya di telingaku sambil mengelus lembut punggungku
Aku memeluknya erat.
Mengangguk pelan di pelukannya, sambil masih dengan tangisan.
Dia menarik kepalaku
keluar dari dadanya. Menatapku dalam, aku hanya bisa meneteskan air mata sambil
membalas tatapannya.
Cupp... sebuah kecupan
mendarat mulus dikeningku. Aku memejamkan mata. Dan dia pergi, meninggalkanku
sendiri di dalam kelas.
***
Kemarin adalah hari
terakhirku menginjakan kaki di sekolahku. Ya... aku akan pindah hari ini. Jauh
beberapa kilometer dari kota ini dan tentunya dari dia. Maka dari itu ini semua
terasa berat untuk aku terima, tetapi apa boleh buat. Aku harus mengikuti
ayahku yang bekerja sebagai tentara angkatan darat. Huh... ini semua terasa tidak
adil untukku. Aku harus berkali-kali pindah sekolah karena hal ini. Orang tuaku
belum mengijinkan aku tinggal sendirian.
Aku menarik koper
besarku dan sebuah tas gendong tersampir di pundakku serta di bahuku tergantung
tas berwarna hijau yang berisi dompet, ponsel, dan alat-alat pribadiku. Belum
ada kabar tentang dia. Dia juga sepertinya tidak dapat mengantarkan aku sampai
bandara. Terpaksa aku berangkat sendiri karena kedua orangtuaku sudah berangkat
menggunakan penerbangan tadi malam. Aku memutuskan untuk ikut penerbangan pagi
karena awalnya aku ingin dia bisa mengantarku. Tapi sampai sekarang dia malah
tak memberi kabar sedikitpun kepadaku, sejak tadi malam.
***
Aku melangkah mesuk ke
dalam bandara sampai akhirnya kau berhenti karena mendengar suaranya
memanggilku. Aku yang semula hanya merasa berhalusinasi tak menghiraukannya.
Tapi suara itu memanggilku lagi. Aku spontan membalikkan badan dan melihat dia
sudah ada di belakangku. Bersiap memelukku.
Aku menahan pundaknya
dengan tanganku. Aku menolak pelukannya.
“Kenapa?’ Dia terkejut
mengetahui aku menolak pelukannya
“Dasar bodoh... kalau
kamu peluk aku. Aku bakal gak mau pergi dari sini. Sedangkan aku emang harus
pergi” Aku tersenyum tipis
Dia mengangguk paham.
“Yaudah kalau gitu” Dia
memundurkan langkahnya
Aku merasa bersalah.
Harusnya aku tidak seperti ini. Lihatlah dia
kelihatan sangat kecewa. Aku memutar otak agar suasana menjadi nyaman
lagi. Suara audio petugas bandara sudah mengingatkanku agar segera menuju ke armada
penerbangan karena 5menit lagi pesawat akan berangkat.
Aku semakin bingung akan
melakukan apa. Akhirnya aku mendekat di depan dia, agak berjinjit dan mengecup
pelan pipinya.
Dia terkejut lalu
tersenyum. Memegang kedua pipiku dengan kedua tangannya.
“Kabari aku kalo udah
sampai”
Aku mengangguk,
tersenyum.
“Jangan tinggalkan aku
ya beb... meskipun kita harus terpisah oleh jarak”
“Janji, percaya akan ada
keindahan”
Dia mengangguk mantap
lalu mengacungkan dua jarinya tanda janji.
Akupun mengangguk, membalikan
badan lalu pergi meninggalkannya.
***
0 komentar:
Posting Komentar